Hanya
kata itu yang sanggup aku ucapkan dalam keterbata-bataan, tangis menghujam
deras di pipiku. Begitupun dia, yang secara refleks kupeluk dengan erat, entah
perasaan macam apa yang kurasakan kala itu. Sedih, kecewa, merasa gagal, semua
tercampur aduk tak berbentuk. Berpasang-pasang mata menatapku aneh, menatapku dan
dia dengan iba, menatapku dan dia dengan penuh haru.
Ahhh,
aku merasakan juga perasaan ini, perasaan yang tak jelas wujudnya. Menangis
saja, sedih saja, kecewa saja.
Kebahagiaan Semu
Aku
tak tahu, siapakah yang harus disalahkan. Yang pasti, bisa jadi aku termasuk
orang yang perlu disalahkan dalam hal ini. Iya. Aku tak pernah mengingatkanmu,
aku tak pernah menanyakan bagaimana pergaulanmu, aku tak pernah berusaha untuk
menyelami mu lebih. Yang kutahu hanya kita sama-sama mencari ilmu, sebagai
kakak aku membimbingmu, sebagai kakak aku memberimu contoh, sebagai kakak aku mengajakmu
dalam hal kebaikan, yang tentu saja baik menurutku, entah menurutmu.
Pertemuan
kita yang hanya seminggu sekali mungkin kurang terasa, dibandingkan dengan enam
hari kau di luar sana bersama kawan-kawanmu. Atau orang tuamu, aku, dan
teman-teman kita luput mengawasimu, hingga kau memilih jalan lain yang Allah
tak pernah luput mengawasinya.
Mungkin
hal itu membahagiakanmu, aku juga tak tahu seperti apa bahagianya hal itu. Tapi
bukankah kita tahu itu haram, dilarang agama, dilarang juga dalam norma – norma
kita.
Tapi
sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Terlanjur. Itulah, mungkin ini juga salahku
terlalu membiarkanmu dalam kebahagiaan semu.
Aku
tak bisa menyalahkan setan dalam hal ini. Karena memang sudah tugasnya menggoda
manusia dan sudah di legalisir juga oleh Tuhan kita, Allah SWT. Aku masih
merasa diriku salah, tidak menanyakan kabarmu dan pergaulanmu.
Jangan
pernah berduka sayang, karena kau memilih bahagiamu sendiri. Bahagiamu yang
sesaat, bahagiamu yang aku tak pernah tahu seperti apa bahagianya. Iya, mungkin
sebagian kesalahanmu adalah kesalahanku juga. Karena aku tak pernah tanyakan
kabarmu dan pergaulanmu.
Masa Depan Kelabu?
Ketika
kuucapkan ‘selamat’ untukmu, sebenarnya aku tak pernah tahu untuk apa aku
menyelamati mu. Apakah kuucapkan selamat atas ‘kebahagiaan semunya’ ataukah
selamat atas bayi yang kau kandung? Ya, kuucapkan selamat atas pernikahanmu
saja. Entah, apakah itu juga perlu diselamati. Wallahu’alam.
Hanya
yakin saja, semoga kau lebih baik lagi di masa-masa mendatang. Bukankah pada
zaman dahulu sahabat-sahabat Rasul juga bukan orang yang baik? Lihat saja Abu
Bakar, bukankah dulunya dia adalah seorang peminum khamr, penjudi, dan termasuk
preman kelas kakap di jamannya. Tapi ingatlah, ketika dia sudah bertaubat dan
berjihad di jalan Allah ternyata dia menjadi salah satu sahabat Rasulullah yang
dijamin masuk surga-Nya. Subhanallah.
Sabar
ya sayang, setiap perilaku kita ada konsekuensinya. Tetapi percayalah, tak ada
yang namanya masa depan kelabu bagi orang yang berniat untuk bertaubat dan istiqomah
di jalan-Nya. Bertaubatlah sayang, dengan sebenar-benarnya, dengan
setulus-tulusnya. Ambillah ibroh dari hal ini, dan jadikan sebagai pelecut
hidupmu untuk lebih baik lagi.
Tetap
semangat sayang. Aku menyayangimu...
1 komentar:
terimakasih infonya
mantap
Posting Komentar