Buscar

Pertanyaan - Pertanyaan Itu



 ‘Mbak, aku butuh teman. Aku butuh cerita malam ini...’

#HijrahSteps Febrianti Almeera
Sebuah sms dari seorang kawan kampusku, Mbak Sasa (nama disamarkan). Malam itu menjelang sholat Isya’ aku langsung meluncur ke rumah kontrakan Mbak Sasa yang tak jauh dari salah satu Mall besar di Jogjakarta. Jalanan yang ramai dan padat `tak kurasa, hanya Mbak Sasa yang kupikirkan. Mungkin dia sangat membutuhkanku malam ini, dan juga aku pernah berjanji padanya untuk menginap mengerjakan tesis bersama-sama.

Ya, malam itu adalah malam menegangkan untuk Mbak Sasa, karena dia akan ujian pendadaran di hari berikutnya. Malam terasaa sangat mencekam, Mbak Sasa yang biasanya ramai dan senang diskusi berubah drastis menjadi Mbak Sasa yang linglung dan gugup. Aku tahu perasaannya, pasti ada ketakutan besar menghadapi ujian esok hari. Mungkin ketakutan itu sederhana sebenarnya, hanya pertanyaan tetang : apakah lulus atau tidak? Apakah bisa menjawab pertanyaan penguji atau tidak? Apakah bisa menjelaskan dengan baik atau tidak? Bagaimana jika tiba-tiba peralatan presentasi mendadak rusak? 

Ketakutan - ketakutan itu mungkin yang membuat Mbak Sasa semakin grogi menghadapi ujian, padahal beliau sudah menjadi dosen lebih dari 5 tahun. Malam menjelang, akupun ikut tak bisa tidur. Seakan aku juga merasakan apa yang Mba Sasa rasakan, berguling kesana-kesini, merem melek, sampai kepalaku sangat pusing sebenarnya. Mbak Sasa lebih dahsyat lagi, harus terbangun berkali kali karena sangat grogi. Pagi haripun dalam tilawahnya, aku mendengar dia membaca ayat demi ayat dengan bergetar dan parau suaranya. Ahh, hatiku seperti tertusuk-tusuk mendengarnya. Semoga Allah memberimu kekuatan mbak, doaku kala itu.

Sebagai seorang teman aku hanya bisa memberi saran dan doa saja, yah..apalagi. Ku sarankan mbak Sasa untuk membaca doa ‘RobbisRohli Sodri, Wayasirli Amri. Wahlul uqdatammilisani Yahqohu Qouli’, wallahu’alam semoga dimudahkan dalam berkata-kata nanti dalam presentasi. Walaupun memang agak kurang tepat sebenarnya, karena itu adalah doa Nabi Musa yang digunakan untuk memperlancar bicaranya ketika lidah dan mulutnya terbakar obor yang disediakan oleh Firaun. Wallahualam. 

Pertanyaan itu muncul...

Malam itu, kuajak Mbak Sasa mengobrol. Macam-macam obrolannya agar dia santai dan rileks. Mulai dari cerita masa lalu, cerita tentang pertemanan, cerita tentang pendidikan, cerita tentang keluarga dan anak-anak, hingga sampai cerita tentang penampilan.

Jam menunjukkan pukul 20.30 WIB, Mbak Sasa mengajakku makan bakso tak jauh dari kontrakannya. Sebenarnya aku sudah kenyang, tapi tak apa-apa lah yang penting Mbak Sasa bisa tenang dengan pikirannya. Aku buru-buru menyambar kaos kakiku, dan kupakai. Mbak Sasa bertanya, ‘Tiap hari pakai kaos kaki ya? Ihh kalo aku sih gelii... Pake rok juga mbak tiap hari?’. Hanya kujawab sekenanya; ‘Ya mbak, sudah biasa ee hehehe’. Kami makan bakso dengan nikmatnya, sambil melihat mobil motor berlalu lalang di jalanan. 

Mungkin Mbak Sasa masih penasaran denganku, sesampainya di kontrakan dia mulai bertanya lagi. ‘Tau gak sih, sebenarnya dengan penampilanmu seperti ini akan membatasi dirimu dalam bergaul loh. Membatasi orang-orang untuk berteman denganmu’. Hmm, sebuah pertanyaan yang cukup #jleb buatku. Hanya kujawab,”Aku memang sengaja kok mbak, memang sengaja aku membatasi diri hehe”. 

Di hari berikutnya, Mbak Sasa bercerita tentang temannya ketika masih kuliah S1 di Medan. Dia menceritakan tentang teman mengajinya ketika itu yang berpenampilan ala wanita Arab.  Baju gamis panjang, dengan kerudung yang sangat lebar, ditambah pula cadar yang menutupi mukanya dan hanya menyisakan mata yang dapat terlihat. Dari cerita Mbak Sasa, wanita tersebut sejak lulus kuliah telah berubah 180 derajat. Langsung lepas kerudung, mengaku sebagai free sex, dan saat ini mengelola sebuah komunitas lesbian. Astagfirullah, sebenarnya aku cukup kaget dengan cerita ini. Bagaimana mungkin seorang yang ‘terlihat’ agamis tiba-tiba berubah se drastis itu, padahal sejauh cerita Mbak Sasa temannya itu banyak hafal kitab-kitab yang dipelajarinya selama kuliah. Wallahu’alam, bukankah memang Allah bisa saja membolak-balik hati manusia.

Pertanyaan Itu dan Istiqomah

Aku tak akan membahas panjang lebar tentang penampilanku, bagiku sebuah penampilan adalah prinsip dan sebuah komunikasi. Sebuah komunikasi yang tentu saja menjelaskan 5W1H (Who, What, Why, When, Where, How). 

Siapakah (Who) wanita yang menggunakan pakaian taqwa itu? Jawaban : Muslimah, wanita Islam

Apakah (What) pakaian taqwa itu? Jawaban : lihat Surat An-Nur ayat 31 : Dan Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kepadanya. Lihat juga Surat Al-Ahzab ayat 59 : .... Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka....

Mengapa (Why) wanita itu menggunakan pakaian taqwa? Jawaban : Karena pakaian taqwa adalah pakaian yang terbaik, lihat Surat Al A'raf ayat 26

Kapan (When) wanita menggunakan pakaian taqwa? Jawaban : Ketika bertemu dengan non mahram, keluar rumah, dan bepergian.

Dimana (where) pakaian taqwa wanita diperoleh? Jawaban : Ya, toko busana muslimah lah. Masak di toko kaset xixixi

Bagaimana (How) bentuk pakaian taqwa itu? Jawaban : Menutup semua aurat kecuali wajah dan telapak tangan, tidak ketat, tidak transparan, krudung menjulur hingga ke dada. *kurang lebih seperti itu.

Dan yang perlu ditekankan bahwa penampilan ini bukan berarti menunjukkan bahwa pengetahuan agama orang yang memakai pakaian taqwa lebih tinggi dibanding dengan yang tidak berpakaian taqwa. Ini lebih fokus pada wujud ketaatan seorang hamba terhadap pencipta-Nya, Allah Subhanahu Wata’ala. 

Yang menjadi ujung pokok permasalahan adalah, bagaimana sikap seorang muslimah untuk selalu istiqomah. Bagaimana dia bisa mempertahankan diri dengan penampilan yang telah dia percayai akan mendekatkannya pada yang Maha Kuasa. Jangan sampai seperti teman Mbak Sasa yang awalnya berdakwah sangat getol, hingga berubah drastis dan sangat jauh dari nilai-nilai ajaran agama.

Okey. Saya mengakui bahwa hidup itu pilihan, agama itu pilihan, perilaku itu pilihan. Tapi yang harus dicermati adalah, setiap pilihan ada konsekuensinya. Untuk itu pilihlah yang paling benar, tentu saja berdasarkan pengalaman dan referensi yang dimiliki. Untuk saya pribadi, referensi utama adalah Agama tentu saja mengikuti Al Quran dan Sunnah Rasul. Insyaallah, walau saya memang belum sempurna dan banyak sekali kerurangan dan kekhilafan dari saya yang bodoh ini.

So, untuk apa mempermasalahkan kenapa saya pakai kaos kaki? Dan kenapa saya membatasi diri  dengan hijab? Semua sudah ada referensinya, dan ahh tak perlu dipersoalkan. Masih banyak urusan umat dan masyarakat yang lebih penting. Trimakasih Mbak Sasa atas pertanyaan dan crita nya... Love You :*

0 komentar:

Posting Komentar