Buscar

B dan C



Ku sedang makan, ketika tiba-tiba saja ada telepon masuk ke hapeku. Kuangkat telponnya walau mulutku masih sambil mengunyah nasi. ‘Ada apa mas?’. ‘Mbak, nanti sehabis maghrib ke rumahku ya. Kita ada rapat dadakan’, jawab suara yang di seberang. ‘Ya deh, ok mas’, sambil kututup telepon. Ku lanjutkan makanku dengan bersemangat.

            Sehabis makan, langsung saja aku mandi dan sholat maghrib dan bersiap-siap berangkat ke rumah Mas D, ketua organisasi pemuda di kampung. Belum juga sampai di rumahnya, tiba-tiba ada sms masuk ke hape. ‘Ayo mbak buruan ke rumahku ya. Sekarang!’.  Wow, kaget sekali. ‘Ada apa ini? Pasti urusan yang sangat penting. Oh atau mungkin mau ada rapat jelang pernikahan warga ya’, pikirku. Sebagai wakil ketua pemuda, aku harus selalu siap dalam kondisi apapun untuk menerima dan menjalankan amanah. Begitu juga dengan malam ini, malam yang mengagetkanku. 

            Sesampainya aku di rumah Mas D. Tak tahunya di sana sudah ditunggu oleh beberapa orang: pak kadus, pak RT, pak RW, dan beberapa perwakilan dari pengurus inti organisasi pemuda. Makin tak karuan pikiranku, ditambah muka serius bapak-bapak yang duduk. Hmm, ternyata aku yang ditunggu-tunggu. Sesudah aku duduk, acara pun dimulai dan hanya aku sendiri yang perempuan.

            Pak RT menyampaikan maksud diundangnya kami sekalian karena ada masalah yang pelik dan mendadak karena baru diketahuinya sebelum maghrib tadi sore. Begitupun pak Kadus, juga menyampaikan hal yang serupa tetapi lebih terperinci dan detail.

            Begini ceritanya:

Ada seorang pemuda di kampungku, sebut saja B. Umurnya baru 19 tahun, akan tetapi pergaulannya mungkin sudah lebih dari umurnya tersebut. Masa mudanya banyak dihabiskan untuk kongkow-kongkow dengan minum-minuman keras, mabuk-mabukan, dan balap liar. Untuk masalah pendidikan, dia satu sekolah dengan adikku kala SD, akan tetapi dia tidak menyelesaikan sekolahnya tersebut. Jadi dia tidak memiliki ijazah kelulusan sekolah, bahkan di tingkat SD. Bukan karena orang tuanya tak sanggup membiayai pendidikannya, akan tetapi memang pemuda tersebut malas sekolah dan malas mencari ilmu. Lebih senang berhura-hura.

Nah, malam ini kami semua dikumpulkan di rumah mas D untuk membahas masalah yang dihadapi masyarakat yang resah terhadapnya. Sudah semingguan ini, si B membawa pulang seorang wanita dan menginap di rumahnya. Tentu saja ini sebuah berita yang cukup besar untuk kampung kami yang masih sangat menjaga adat ketimuran.  Memang wanita tersebut, dikabarkan telah dilamar oleh B. Akan tetapi si B belum siap menikahinya, dan akhirnya hanya pacaran luntang-lantung tanpa kejelasan. Asal tau saja, wanita yang sudah menginap di rumahnya ini berumur 14 tahun. Hah 14 tahun???? Muda sekali bukan. Bahkan di bawah umur. Hidupnya juga tak jauh berbeda dengan B, akan tetapi di wanita lebih beruntung sebab telah sempat menamatkan sekolahnya di bangku SD. Sebut saja wanita ini si C.

Dulu sempat beredar kabar di masyarakat bahwa si B sudah menikahi si C, dan si C telah hamil 3 bulan. Akan tetapi, aku juga baru tahu bila ternyata mereka belum menikah. Dan entah, aku tak menemukan tanda-tanda kehamilan di perutnya. Jadi ketika mereka tiap hari lewat depan rumah berbonceng-boncengan, kubiarkan saja. Karena kupikir mereka adalah pasangan suami istri, penganten baru, penganten cilik.

***

Oh My God. Tak kusangka selama ini aku ‘membiarkan’ remaja-remaja ini dalam perilaku menyimpang. Tak kusangka, aku selama ini tak pernah berbicara dan ngobrol dengan si B. Tak kusangka selama ini, aku hanya korban gosip yang menyangka mereka mereka telah menikah padahal belum. Ah, kenapa tak dari dulu saja kutanyakan tentang hubungan mereka. Pasangan suami istrikah? Atau hanya pacaran saja?

Yah bagaimana pula aku bisa berbicara dengan si B. Tak tahu kenapa, si B sudah sekali diajak komunikasi dan hanya senyam senyum saja bila diajak berbicara. Ketika kita bertanya apa, dia akan menjawab apa. Mukanya selalu terlihat tak bersemangat, dekit, dan seperti nge-fly (melayang-layang karena mabuk). Bahkan Pak RT pun sempat berucap, ‘Si B itu mungkin sudah kehilangan 80 persen dari otaknya’. Mungkin karena sudah terlalu over dosis alkohol, maka rusak syaraf-syarafnya atau bagaimana aku kurang paham. Yang pasti, memang agak susah mengajaknya berbicara baik-baik. 

Akhir cerita setelah kami rapat dan berdiskusi, kami bersepakat untuk mendatangi rumah si B untuk menasehati dan memberinya peringatan. Ada dua sangsi dari organisasi dari pemuda: pertama, esok hari si C harus sudah pulang; kedua, bila si B tidak juga memulangkan si C ke rumah, maka dengan terpaksa pihat pemuda dan masyarakat memaksa mereka untuk menikah saat itu juga. Sangsi yang cukup tegas menurutku, mengikat dan pasti.

Apa tanggapan dari bapak si B ketika kami datang?. ‘Wah, mas dan mbak. Terimakasih atas kedatangannya ke rumah kami ini. Ya kami sekeluarga sudah sangat kewalahan menangani si B dan kami tak mau menanggung dosa yang telah diperbuatnya. Kami mohon sangsi yang tegas dari pemuda dan masyarakat di sini’. Sungguh tanggapan yang membuat kami makin bersemangat untuk menasehatinya.

Si B yang dinasehati, hanya senyum-senyum saja seperti biasanya. Kami pun tak tahu apakah dia paham dengan omongan kami ataupun tidak. Hingga seorang dari kami menanyakan kepadanya,’Kamu paham kan maksud kami kesini dan omongan kami?’. Sementara si B tetap saja hanya bersenyum-senyum saja, tak tampak rasa sedih ataupun takut atau apa. Entah ekspresi apa yang muncul padanya, saya tak bisa membaca dengan jelas. 

***

Mungkin ini perkara yang sederhana, tetapi cukup berharga bagiku. Tak semata-mata si B yang salah, akan tetapi masyarakat juga salah karena membiarkannya ‘tersesat’. Padahal, dapat dikatakan bahwa kampung kami cukup agamis di lingkungan muhammadiyah dan dekat dengan pondok pesantren. Seharusnya, ada dari kami yang mampu untuk menasehatinya sedari awal bahkan memberikan bimbingan dan arahan padanya. Ya walaupun aku tahu si B memang sudah susah dikendalikan, diajak berbicara saja susah apalagi dinasehati. Mungkin dia akan pusing.

Menjadi catatan bahwa, minuman keras akan membuat seseorang kehilangan banyak potensi dalam diri. Akan membuat orang dinilai negatif dalam norma dan juga sangsi sosial dari masyarakat. Bahkan dengan minuman keras juga akan menghilangkan kesadaran diri, yang membuat kita berlaku diluar kendali. Naudzubillah. Semoga kita terhindar dari perilaku yang dimurkai Allah. Dan semoga yang sudah terjerumus, kembali lagi kepada Allah serta mendekatkan diri kepada-Nya. 

Note:
B dan C, jadilah anak yang baik, remaja yang ceria dan selalu bersemangat dalam meraih cita-cita. Kuatkanlah ibadah dan iman kepada Allah, satu-satunya pemilik segala kesempurnaan yang ada J



  

Just For You

            Kebiasaanku akhir-akhir ini adalah selalu menyetel radio setiap jam 6-9 pagi. Ada lagu yang selalu diputar tiap pagi. Liriknya sederhana sekali, tetapi memang aransemen musiknya indah dan merdu di telingaku. Melow romantic tapi gak galaow. Hehehe. Check it out lah...
Ini memang salah satau penyanyi kesukaanku Abdul and the Coffe Theory. Di lagu ini sih featuring ama Dinda. Pantengin deh lagunya... enak. Judulnya Just for you....

#lirik lagunya       
Dirimu,
Teman terbaikku
yang mengerti, yang ku mau,
yang kusuka dan kubenci

Dan dirimu
satu yang terbaik
yang pernah aku miliki,
saat ini sampai nanti

Reff.
Just for you..

I give you all my heart
I give you all the sweetest thing
Cause you're the one and the best I've ever had

Just for you..

I give you all my love,
I give you all that I can give
Cause you're the one and the best I've ever had.

Just for you..

         Kalo masih belum puas, cek aja di youtube, dengerin deh dijamin enyaakk n easy listening :)
          

Hikmah Hujan dan Maher Zain



Hikmah hujan pagi: “Hadiah tak selalu terbungkus dengan indah. Kadang Tuhan membungkusnya dengan masalah, tapi dalamnya tetap ada berkah”. 


            Yup, ada benarnya juga sms itu dikaitkan dengan hari ini (20/11). Pagi-pagi sekali hujan sudah mengguyur Jogja, cukup deras dan membuat hawa dingin memenuhi kamarku. Brrr, dingin sekali buatku jadi malas beraktifitas. Eh, tunggu dulu. Hari ini sudah ada rencana yang sudah kususun semalam untuk menonton simposium moslem enterpreneurship yang diadakan di UII. Bahkan salah satu pembicaranya adalah Maher Zain yang terkenal dengan lagu ‘InshaAllah’, walaupun aku lebih suka lagu yang berjudul ‘Barakallah’ :)
 
         Walau dingin, tetap saja kulangkahkan kaki untuk mandi. Kupersiapkan jangan sampai terlamabat karena pasti akan ramai sekali penontonnya. Sebenarnya dalam pamplet, acara direncakan dimulai jam 9 pagi. Tetapi mengingat jarak rumahku yang 27km dari UII, juga menghitung waktu agar dapat kursi depan dan snack, akhirnya aku berangkat dari rumah jam 07.30 WIB. Hujan deras buatku berpikir ulang agar tidak kedinginan di tempat simposium. Kusiapkan rok cadangan, jas hujan 2 lapis, dan berbagai perlengkapan yang sangat cukup untuk berganti.

            Pom Bensin
            Kukendarailah motorku dengan busana ala hujan deras (paham yah maksudku), pokoknya penampilan yang sangat rapat dan repot jika harus pakai dan copot. Bensinku kebetulan hampir habis, maka sudah kusiapkan uang untuk beli bensin 15ribu. Sesampainya di pom bensin, perasaanku kok memang agak kurang enak, apalagi liat pegawai pom mukanya sedang bete. ‘Bensin mbak 15ribu’. Memang ketika mengisi aku tak melihat total pengeluaran, tiba-tiba aja sudah penuh tangki ku. ‘Mbak, eh tadi 15ribu ya? ini lebih mbak 17,5ribu’. Heh? What? Aku langsung liat mata mbak penjaga pom bensin, rasanya gak karuan antara kesal dan ingin marah, saya dikecewakan. Akhirnya saya buka baju kebesaran ala hujan deras itu. Mulai dari helm, slayer, jas hujan 1, jas hujan 2 (memang pake jas hujan rangkap), jas hujan untuk tas. Hmm, hanya untuk mengambil uang 2500 saja se repot itu. Dan tanpa kusadari dengan keadaanku yang sedang kesal, kulempar saja uang 3000 ke meja mbak penjaga dengan mukaku yang tak kalah bete dengan mbak penjaga pom bensin. 

            Kembali kupakai pakaian kebesaranku yang benar-benar besar itu sambil bersungut-sungut. Selesai kupakai semua, langsung kutegur mbak penjaga pom bensin. Mungkin nadaku agak keras waktu itu, ‘Mbak, besok lagi kalau ada yang beli di dengarkan. Kalau begini kan saya jadi repot’. Hatiku masih cukup panas dan mbak penjaga bensin tetap jutek tidak peduli, ‘kembaliannya mbak, 500’. Ahh, semakin panas lah hatiku. Huft huft, untung hujan agak dinginkan suasana :p. Di jalan menuju UII, aku Cuma bisa panas ati sendiri dan tiba-tiba teringat, ‘aduh, pom bensin kan ada layanan konsumen dan sms kritik. Kenapa tadi tidak kucatat nomornya. Nanti kalau pulang, aku harus balik dan kucatat nomornya’.

            Jam Karet
            Sampai di UII, hujan masih turun tapi tak begitu deras. Ku langkahkan kaki masuk ruangan dan akhirnya masih kebagian snack, horay. Tak langsung duduk, tetapi berganti baju dan kaos kaki yang basah kuyup, duduklah saya menunggu acara dimulai. Karena hari masih pagi, cukup senang saya dapat kursi nomor 5 dari depat dan pas di depan tempat Maher Zain duduk. Akan tetapi, ke-bete-an saya mulai lagi. Saya mulai gelisah, kenapa acaranya tak mulai-mulai. Jam 9 berlalu, semakin gelisah saya. Apalagi setelah acara, saya harus menyerahkan beberapa berkas ke DOSDM UII, keburu tutup. Akhirnya penantian pun sampai pada acara sekitar jam 10 lebih 15 menit, artinya untuk menonton Maher Zain saya membutuhkan 2 jam 15 menit untuk menunggu. Dan menunggu tanpa melakukan kegiatan itu sangat membosankan. Saya datang sedirian dan duduk satu barisan dengan maba UII yang bergerombol, tak akan nyaman ngobrol dengan mereka. Ahh, topik apa pula?

            Bahkan saya tak membawa satu buku pun, hanya sebuah mushaf Quran warna pink yang ada di dalam tas. Ingin membacanya, tetapi di tengah lautan manusia ini akan terlihat sangat ‘frontal’. Saya belum bisa dengan hal tersebut. Ya sudah saya diam saja, sesekali menyapa teman-teman yang dulu sekantor waktu di UII.

            Maher Zain
            Masuklah Maher ke dalam ruangan bersama dengan Prof Mahfud MD dan jajaran pejabat UII. Tentu saja yang menjadi sasaran photo hanya Maher dan sesekali Prof Mahfud yang banyak didukung menjadi calon Presiden Indonesia. Perempuan-perempuan itu, yang rata-rata mahasiswi berteriak-teriak histeris menyambut kedatangan Maher Zain. Saya?? Hmm, Biasa saja. Memang maju untuk mem photo, tetapi karena itu photo untuk adek saya karna dia gak sempat ikut menonton. Selebihnya biasa saja. 

            Sebenarnya saya cukup kecewa ketika bertemu Maher Zain, bukan karena apa-apa. Tetapi agak berbeda dengan ekspektasiku ketika melihat di televisi dan youtube. Sepertinya ada ‘sesuatu’ begitu, entah apa saya tak tahu. Yang pasti saya biasa-biasa. Tetapi ketika dia mulai menyanyi, nah baru terlihat istimewa dan suaranya bagus. 

            Di acara, wow sebenanya isi simposium sangat menarik dan dibawakan dengan bahasa inggris. Lumaan paham lah, dikit-dikit xixixi. Tapii, huft. Lagi-lagi ada yang membuat saya kesal. Di belakang saya ada gerombolan mahasiswi yang tadinya koor lagu kebangsaan, ngobrooool terus. Keras-keras dan ketawa-ketiwi gak jelas. Berkali-kali sayang menengok ke belakang tetap mereka tak paham maksud saya. Oh My God...

            Hikmah
            Hikmah selalu datang belakangan, hikmah selalu diambil setelah suatu kejadian terjadi. Dari Mbak Pom Bensin, saya sadar bahwa mendengarkan orang lain berbicara itu penting agar tak salah tangkap dan intepretasi. Kemudian dalam menjalankan suatu pekerjaan, kita harus profesional bahwa kita dinilai dari pekerjaan kita dan jangan sampai mencampur adukkan emosi pribadi dalam pekerjaan. Melihat mbak pom bensi yang mukanya sedang bete (kemungkinan bawaan dari masalah luar kerjaan), dia tidak profesional karena tidak bisa memilah mana masalah rumah atau masalah pekerjaan. Ketidakprofesionalan mbak penjaga pom bensin juga bisa berakibat fatal pada pekerjaannya. Andai saja saya jadi menelepon pihak pengelola pom, bisa jadi mbak penjaga mendapat teguran, skorsing, atau dipecat. Wow. Pelajaran penting buat saya. Juga, mbak pom tidak mengucapkan ‘maaf’, itu pasti akan tambah menyakiti perasaan konsumen. Hikmah pom bensin : Dengarkan pembicaraan orang lain ketika sedang berbicara, bersikap profesional dalam pekerjaan, ucapkan maaf bila melakukan kesalahan.

            Dalam menunggu acara yang sangat lama juga banyak dapat digali hikmah mendalam. Mengecewakan orang lain dengan datang terlambat, itu akan membuat reputasi seseorang meluntur. Orang tak akan percaya lagi dengan anda (dalam proses yang lama tentunya). Jam karet yang jadi buday Indonesia, sungguh merusak citra bangsa yang katanya Ramah Tamah ini. Jam karet tentunya sangat ‘tak ramah’, bagi yang sedang terburu-buru dan banyak kegiatan. Hikmahnya : Budayakan disiplin dan tepat waktu.

            Kemudian, bahwa citra media itu sangat dominan dalam mempengaruhi masyarakat. Betapa besarnya citra yang dibangun untuk menjadikan Maher Zain sebagai seorang yang ‘Wah’, tetapi saya tidak menemukan rasa ‘Wah’ tersebut. Kenalilah orangnya, maka kau akan tau siapa dirinya. Dalam suatu kegiatan jadilah seorang yang fokus, minimal tidak mengganggu orang yang sedang fokus dalam kegiatan. Mahasiswi yang mengobrol keras-keras di belakang saya menunjukkan bahwa dia tidak menghargai orang lain. Asal tau saja, yang lain di ruangan sibuk mendengarkan, mereka sibuk bicara sendiri. Hikmahnya : jangan terlalu percaya pencitraan media dan jangan mengganggu orang lain yang sedang fokus.

Wallahu’alam

NB :
Tulisan ini tidak hanya mengingatkan pada pembaca, tetapi juga untuk diri pribadi yang sering salah dan khilaf. Benar bahwa hadiah itu tak selalu terbungkus dengan indah, memang ada kalanya berwujud masalah. Semua tergantung bagaimana kita menelaah setiap beban hidup kita. Dianggap sebagai masalah ataupun hikmah terserah anda. Trimakasih kepada yang sudah mengirimkan sms tentang hikmah hujan pagi, pak Ust. Putut Himawan.     



AKU, FASI, dan DINA



            Hari ini (17/11) hari yang cukup membuatku sibuk dan melupakan sejenak kegiatan rutinku, yaitu mencuci baju. Padahal sudah 3 hari bajuku belum kucuci dan hanya kudiamkan saja di bak cucian kotor. Hari ini aku harus dan memang sudah seharusnya ikut menemani salah satu anak didikku di Madrasah Diniyah Al Muttaqin (MDA) untuk ikut lomba Festival Anak Sholeh Indonesia (FASI) yang mewakili Kec.Prambanan untuk lomba pidato Bahasa Indonesia. Ya bentuknya sih seperti acara Pildacil di televisi. Aku sudah berjanji pada anakku si Dina akan menemaninya lomba sejak sebulan yang lalu. Tetapi, hampir saja aku lupa. Kalau saja ibu-nya Dina tidak menghubungi telponku semalam, mungkin aku sudah melupakan suatu janji besar ini. 

            Jadi sejak sebulan yang lalu, saya memang secara pribadi sudah di-amanahi oleh Ibunya Dina untuk teus menyemangatinya lomba. Karena Ibunya Dina, Bu Ragil tahu kalau Dina sangat mencintai ustadzahnya yang jelita ini xixixi. Tak kurang-kurang setiap ngaji selalu saya tanyakan dan support Dina agar latihan terus menerus, walaupun memang bukan saya yang mengajari nya. Bahkan untuk menyemangatinya saya juga telah berjanji bila dia bisa menang, maka akan saya beri hadiah.

            Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Jam 7 Pagi saya sudah sampai di MDA, kupikir kami akan menuju tempat lomba dengan naik mobil atau motor. Tak tahunya, dari pihak Badko (Badan Koordinasi) TPA Prambanan menyediakan satu bus untuk dipakai seluruh pesrta lomba dan pendamping yang menyertai. Cukup banyak lomba ang dipertandingkan antara lain : Tartil Quran, Adzan dan Iqamah, Nasyid dan Ikrar, CCA, Mewarnai dan Menggambar, Pidato Bahasa Indonesia, Praktik Shalat, Tilawah, Tahfidz, Tarjamah Lafdziyah, Kaligrafi, dan Cerita Islami. 

            Sebenarnya kami sampai di lokasi lomba tepat waktu pukul 8 pagi, akan tetapi entah karena persiapan panitia yang kurang baik atau memang budaya ‘karet’, acara pembukaan lomba saja molor sampai lebih dari jam 9 pagi. Belum lagi juri di lomba Pildacil juga datang terlambat waktu, kata panitia sih pejabat. Entah pejabat apa aku tak tahu, yang pasti banyak orang tua yang protes kepada panitia karena acaranya sangat terlambat. Jadilah pukul 10 lebih acara baru dapat dimulai.

            Tak tahunya, anakku si Dina mendapat urutan maju nomor satu. Dalam pikiranku, ‘Wah, nomor satu itu akan sangat sulit. Karena belum bisa melihat penampilan yang lain dan tidak bisa belajar dari kesalahan orang lain. Dan pasti grogi, juga mentalitas anak sangat diuji bila nomor satu majunya’. Asal tahu saja, anakku ini baru berumur 8 tahun. Harus perjuangan juga untuk membuatnya mood dan semangat.

            Majulah si Dina, penampilan di 5 menit awal cukup memukau bahkan hampir menangis aku mendengarnya. Akan tetapi setelah itu dia seperti kehilangan fokus dan tiba-tiba lupa teks sekitar setengah menit. Aku Cuma bisa tersenyum lebar dan mengepalkan tanganku sambil bilang ‘semangat’. Dan akhirnya dia bisa melanjutkan lagi pidatonya dengan lancar juga teks-teks hadist.

            Lima belas menit berlalu, tepukan meriah untuk Dina menghiasi seluruh ruangan. Aku baru tersadar, jumlah peserta untuk pildacil kelas TPA ada 34 anak. Bayangkan bila setiap anak berpidato 10 menit saja (aturan 10-15 menit), butuh waktu 340 menit untuk menyelesaikan penjurian pildacil tersebut. Sama saja peserta terakhir harus menunggu selama 5 jam lebih 40 menit untuk menyelesaikan pertandingan, sungguh waktu yang sangat lama untuk sebuah perlombaan anak-anak.

            Kusadari, beruntung juga si Dina dapat undian nomor  satu. Karena setelah dia maju lomba kami dapat melihat-lihat lomba yang lain seperti Nasyid yang didendangkan anak-anak kelas TKA (4-6 tahun), sungguh imut-imut sekali. Rombongan kami akhirnya terpaksa pulang, tanpa menunggu pengumuman pemenang karena waktu yang sangat lama di proses penjurian maupun penyelesaian lomba. Kami pulang ditemani hujan deras mengguyur kota Jogja, yang membuatku terkantuk-kantuk di bus. 

            Menjelang Maghrib, tiba-tiba ada sms masuk di hapeku. Oh Bu Ragil. Belliau mengabarkan bahwa Dina juara III FASI tingkat Sleman. Subhanallah, Selamat ya Dina. Semoga bisa maju terus sampai ketingkat yang lebih tinggi. Fastabiqul Khairat :)