Aku di tengah hujan abu |
Tanggal
14 Februari, mungkin bagi sebagian orang merupakan tanggal keramat untuk
mengabadikan momen cinta terhadap pasangan. Tapi untukku, tanggal 14 Februari
kali ini merupakan sebuah momen untuk ber-muhasabah kepada Allah SWT.
Pagi
yang tidak dingin sebenarnya, pukul 05.00 WIB. Adikku berteriak-teriak, ‘Bu,
kata temenku sekarang hujan abu dari Gunung Kelud’. Aku hanya berpikir, wow
memang dimana Gunung Kelud itu? Jarang sekali aku mendengarnya, asing di
telingaku. Aku ikut-ikutan menge-check hapeku siapa tahu ada juga yang
mengabariku tentang hujan abu. Benar, ada sebuah sms isinya ‘Gunung Kelud
meletus, ayo do tahajud!’, tertulis jam 03.20 WIB. Wah sedahsyat apa sih hujan
abunya, mengingat waktu hujan abu 2010 dari Gunung Merapi dulu hingga hujan
pasir. Jadi penasaran pengin keluar.
Astagfirullah,
setelah keluar rumah ternyata hujan abu sangat deras mengguyur di halaman
hingga 2 cm. Baru ku tahu Gunung Kelud ada di Jawa Timur yang jauhnya sekitar
200 km dari Jogjakarta. “Semoga tidak terjadi sesuatu yang parah Yaa Robb”.
Mrinding sekali diriku, hanya membayangkan betapa dahsyatnya letusan Gunung itu
hingga efeknya luar biasa di Jogja.
Bencana Itu..... (Sabar dan Syukur)
Seorang nenek membersihkan dan mengumpulkan abu |
Gunung
Kelud yang meletus di Kediri Jawa Timur ini memang tak terduga, maksudku tak
kusangka akan berdampak sangat besar untuk wilayah-wilayah yang jauh sekalipun.
Banyak orang yang menganggap ini sebagai ujian untuk manusia, ada juga yang
menganggap bahwa ini sebagai musibah, ada juga yang menganggap bahwa ini adalah
azab untuk manusia. Wallahualam.
Saya
pribadi menganggap ini memang sebuah bencana alam yang cukup besar dan sebagai
sebuah peringatan dari Allah untuk semakin kuat mengimaninya. Dalam surat Ali
Imran : 146 disebutkan “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama
mereka sejumlah dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah
karena bencana yang menimpa mereka
di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah
menyukai orang-orang yang sabar”.
Subhanallah
betapa kuatnya militansi pengikut nabi untuk terus berjuang membela Islam
walaupun terjadi bencana. Jika memang ingin disayangi Allah, ada caranya
menghadapi bencana yaitu SABAR.
Dalam
Surat lainnya yaitu Al An’Am : 63. Katakanlah : “Siapakah yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa
kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan menyatakan:”Sesungguhnya
jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana)ini,
tentulah kami menjadi orang yang bersyukur””.
Tidak
mungkin Allah mengirimkan sebuah bencana tanpa alasan. Tidak mungkin Allah mengirimkan
bencana tanpa penyelesaian. Tidak mungkin Allah memberikan bencana terus
menerus kan? SYUKUR tak henti-henti
terucap dari ayahku ketika sudah 2 hari
abu bertebaran menyesakkan nafas kami dan di hari ketiga hujan air mengguyur
seluruh halaman dan jalanan. Bila di analogikan mungkin seperti seorang musafir
yang kehabisan air saat berjalan di padang pasir kemudian menemukan sebuah
oase. Sangat bahagia bukan? Tenag saja, segala penyakit ada obatnya, segala
bencana Allah lah yang akan menghapusnya. Laa Tahzan, Innaloha Ma’ana.
Sejenak
menengok ke surat Al’Maidah : 168. “Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini
menjadi beberapa golongan; diantaranya ada orang orang yang saleh dan di
antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang
baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)”.
Dari
ayat di atas sebenarnya antara orang yang saleh maupun yang tidak saleh cobaan
yang diterima sama saja. Entah itu cobaan yang berupa nikmat maupun cobaan yang
berupa bencana. Dan sudah jelas, segala cobaan baik yang nikmat maupun bencana
itu sebuah alasan dari Allah agar kita kembali pada kebenaran. Kebenaran yang
seperti apa? Tentu saja kebenaran yang bersumber pada Al Quran dan Al Hadist.
Subhanallah.
Muhasabah
Abu berterbangan ketika kendaraan lewat |
Seperti
dalam sebuah perumpamaan ‘tak ada asap tanpa api’. Begitu juga dengan bencana
ini, tak ada akibat tanpa ada sebab. Coba simak hadist di bawah ini, ada 15
perkara yang menyebabkan datangnya bencana:
Dari
Ali bin Abi Thalib RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Apabila umatku telah
melakukan lima belas perkara, maka halal baginya ditimpakan kepada mereka
bencana”. Ditanyakan, apakah lima belas perkara itu wahai Rasulullah?
Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila harta rampasan perang
(maghnam) dianggap sebagai milik pribadi; amanah
(barang amanah) dijadikan harta rampasan; zakat
dianggap sebagai cukai (denda); suami
menjadi budak istrinya (sampai dia); mendurhakai
ibunya; mengutamakan sabahatnya (sampai dia);
berbuat zalim kepada ayahnya; terjadi kebisingan dan keributan di dalam masjid (yang
bertentangan dengan syari’ah); orang orang hina,
rendah, dan bejat moralnya menjadi pemimpin umat (masyarakat); seseorang dihormati karena semata-mata takut dengan
kejahatannya; minuman keras (khamr) tersebar
merata dan menjadi kebiasaan; laki-laki
telah memakai pakaian sutera; penyanyi dan
penari wanita bermunculan dan dianjurkan; alat-alat
musik merajalela menjadi kebanggaan atau kesukaan; generasi akhir umat ini mencela dan mencerca generasi
pendahulunya;
Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka
tunggulah datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya
bumi dan apa yang di atasnya kedalam bumi (gempa bumi dan tanah longsor), dan
perubahan-perubahan atau penjelmaan-penjelmaan dari suatu bentuk kepada bentuk
yang lain” (HR.Tirmidzi)
Astafirullah, astagfirullah, astagfirullah....
apakah ke lima belas perkara tersebut sudah terjadi di sekitar kita? Apakah memang
pantas kita mendapatkan bencana? Mari bermuhasabah bersama.
Laa
Illaha Illallah.........
Ini video hasil rekaman kami (saya dan adik) tentang suasana paska hujan abu di Jalan Prambanan-Piyungan Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar