Buscar

Indonesia VS Malaysia



Beberapa waktu yang lalu bangsa Indonesia sempat terhina dengan penyebutan ‘Indon’ untuk warga Indonesia oleh Malaysia. Seakan akan membalas perlakuan tersebut, kini muncul istilah ‘Malingsia’ untuk menyebut bangsa Malaysia.
Sebutan Indon yang dalam bahasa Malaysia ditafsirkan memiliki nilai negatif  dan bermaksud merendahkan, telah membuat bangsa Indonesia gerah. Bahkan saat ini sebutan Indon telah menjadi hal yang biasa digunakan oleh masyarakat dan berbagai media massa Malaysia untuk menyebut warga Indonesia yang berada di Malaysia.
Malingsia ternyata bukan sekedar plesetan dari kata Malaysia tetapi istilah ini digunakan lebih merujuk pada kegiatan mencuri (maling) yang dilakukan Malaysia. Tak sekedar basa basi, Malaysia benar-benar telah mencuri aset aset budaya Indonesia. Sempat kita dengar dan lihat dalam berbagai tayangan televisi dan blogger Indonesia, lagu Rasa Sayang-Sayange yang notabene lagu daerah Maluku menjadi theme song Pariwisata Malaysia. Tak hanya itu, batik dan wayang pun diklaim oleh Malaysia sebagai khasanah budaya mereka.
Jika kita selidiki lebih jauh tak hanya sekali dua kali Malaysia membuat ‘onar’ terhadap bangsa Indonesia. ‘Keonaran’ yang pernah dibuat oleh Malaysia pertama kali yaitu pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Pada saat itu Indonesia menganggap Malaysia sebagai antek kolonialisme yang mendukung penjajahan di muka bumi. Padahal, pada saat itu Indonesia lebih cenderung pada Blok Timur lalu muncullan slogan ganyang Malaysia yang diteriakkan para pelaku politik Indonesia.
Setelah itu, kasus pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di perbatasan Indonesia-Malaysia juga diklaim sebagai milik Malaysia. Ironisnya Indonesia kalah dalam persidangan internasional dalam perebutan kepemilikian pulau tersebut dan saat ini telah sah menjadi milik negeri Jiran tersebut.
Perlakuan kasar warga Malaysia terhadap TKI sampai pemukulan terhadap wasit karate dari Indonesia juga sempat mewarnai kancah percekcokan Indonesia dengan Malaysia. Tak adanya itikad baik dari Malaysia untuk melakukan permohonan maaf secara resmi semakin membuat panas bangsa Indonesia.
Setelah berbagai rentetan perseteruan di atas, apakah kita rela harga diri bangsa Indonesia diinjak-injak terus menerus? Tentu tidak. Berbagai perseteruan di atas menunjukkan dua hal. Pertama, belum adanya inventarisasi aset budaya menjadikan aset budaya itu terombang-ambing tanpa diketahui asal usulnya. Dengan demikian maka  akan memudahkan bangsa lain untuk mengklaim aset budaya Indonesia apalagi Indonesia dan Malaysia saudara serumpun yang mengatasnamakan Melayu.
Kedua, kurangnya ketegasan hukum tentang perlindungan aset budaya secara tidak langsung meningkatkan tindak kriminalitas pencurian budaya. Mengapa? Karena para pencuri budaya tentu aan berfikir bahwa tindakan mencuri ini tidak akan membawa mereka dalam suatu peradilan yang mengikat dan tegas.
Kongkretnya, pemupukan kesadaran dan kecintaan terhadap berbagai aset negara hendaknya menjadi suatu semangat nasionalisme dalam diri kita. Perwujudan satu nusa satu bangsa jangan hanya menjadi lagu wajib saja, tetapi jadikanlah itu, sebagai suatu semangat nasionalisme.

Artikel ini pernah dimuat di Surat Kabar Bernas Jogja, 3 November 2007

0 komentar:

Posting Komentar