Segala puji bagi Allah ‘Azza
wa Jalla, salawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam. Amma ba’du.
Saudaraku yang semoga dirahmati
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pernahkan Anda melihat pemandangan di
kota-kota besar, di sudut-sudut ibu kota di mana terdapat sebuah perkampungan
miskin, dengan rumah-rumah yang sudah rapuh, saluran air yang telah menghitam,
berdampingan cukup dekat dengan gedung-gedung bertingkat dan rumah-rumah mewah?
Suatu hal yang sungguh ironis, ketimpangan sosial serta rasa peduli dan empati
yang sudah terkikis habis bukanlah suatu hal yang asing di masa kita. Di era
modern yang demikian pesat, semakin tampak sikap egois dan mementingkan diri sendiri,
akan mudah kita dapati orang-orang yang benar-benar tidak peduli terhadap
penderitaan saudara di sekitarnya. Hatinya telah mengeras seperti batu, meski
hanya sekedar membantu kepentingan saudaranya yang membutuhkan. Mereka telah
kehilangan sebuah akhlak emas dalam Islam bernama “al-itsar”.
Pengertian
Al-Itsar
Itsar (لْإِيثَارُا ),
secara bahasa bermakna melebihkan orang lain atas dirinya sendiri. Sifat ini
termasuk akhlak mulia yang sudah mulai hilang di masa kita sekarang ini,
Padahal akhlak mulia ini adalah puncak tertinggi dari ukhuwah islamiyah
dan merupakan hal yang sangat dicintai oleh Allah Ta’ala dan juga
dicintai oleh setiap makhluk. Memang jika dilihat dari timbangan logika, hal
ini merupakan hal yang sangat berat, mengorbankan dirinya sendiri demi
kepentingan orang lain tanpa mendapatkan imbalan apapun. Akan tetapi di dalam
agama islam, hal ini bukanlah suatu hal yang mustahil. Tinta emas sejarah telah
menuliskannya, bagaimana sikap itsar kaum muslimin terhadap saudaranya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman mengenai sambutan orang-orang anshar terhadap
orang-orang muhajirin,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ
قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ
حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ
خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah
menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka.
Dan mereka tiada memiliki keinginan di dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang
mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka
itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah
menjelaskan siapakah orang-orang yang dimaksud di dalam ayat ini, “Mereka
adalah golongan As-Sabiqunal Awwalun, dari golongan muhajirin dan anshar,
yaitu orang-orang yang berinfak sebelum penaklukan kota Makkah dan mereka juga
orang-orang yang berperang, termasuk orang-orang berbai’at di bawah pohon
(Bai’at Ar-Ridhwan), yang jumlah mereka lebih dari 1.400 orang. (Lihat Syarah
Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, Tahqiq Abdul Muhsin at-Turki
dan Syu’aib al-Arna’uth I/692)
Inilah akhlak para sahabat Nabi
yang mulia, mereka kaum Anshar benar-benar menyambut kaum Muhajirin yang datang
kepada mereka, mereka menerima saudara-saudara mereka yang seiman dan seaqidah
dengan tangan terbuka. Mereka para kaum Anshar saling berlomba-lomba memberikan
segala apa yang mereka bisa berikan kepada sesama. Padahal saat itu mereka
sendiri membutuhkan.
Keutamaan
Al-Itsar
Sungguh, seseorang yang
mempunyai al-itsar, akan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang sangat banyak,
diantara keutamaan-keutaman al-itsar adalah:
Pertama,
akan dicintai oleh Allah Ta’ala
Ini adalah suatu keutamaan yang
sangat agung dan besar, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam sebuah hadits,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Orang yang paling
dicintai oleh Allah ‘Azza wa jalla adalah yang paling banyak memberi manfaat
kepada orang lain. Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kesenangan
yang diberikan kepada sesama muslim, menghilangkan kesusahannya, membayarkan
hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama
salah seorang saudaraku untuk menunaikan keperluannya lebih aku sukai daripada
beri’tikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) sebulan lamanya. Barangsiapa berjalan
bersama salah seorang saudaranya dalam rangka memenuhi kebutuhannya sampai
selesai, maka Alloh akan meneguhkan tapak kakinya pada hari ketika semua tapak
kaki tergelincir. Sesungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amal sebagaimana
cuka yang merusak madu.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan
sanad hasan)
Allah Ta’ala akan mencintai
hamba-hamba-Nya yang selalu berupaya dan berusaha membantu kebutuhan
saudaranya. Dan sebagai balasannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolongnya
ketika keadaan genting dan sempit, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
memberikan bantuan kepadanya di saat kesulitan.
Kedua,
akan dicintai oleh manusia
Sahl bin Sa’d as-Sa’idy
–radhiallahu ‘anhu berkata, “Seseorang mendatangi Nabi dan bertanya, “Wahai
Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amal, jika aku mengerjakannya aku akan
dicintai oleh Allah dan dicintai pula oleh sekalian manusia.” Rasul
menjawab, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya kamu akan dicintai oleh
Allah. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya kamu akan dicintai
oleh mereka.” (HR Ibnu Majah, dengan derajat hasan)
Seorang yang zuhud dari apa yang
dimiliki manusia, maka ia akan dicintai oleh saudara-saudaranya, ia akan dicintai
oleh kerabat dan teman-temannya. Sedangkan itsar, mendahulukan kepentingan
saudaranya dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka akan menumbuhkan kecintaan
yang lebih besar daripada itu. Karena tabiat seseorang adalah mencintai orang
yang berbuat baik kepadanya dan berkorban untuknya.
Ketiga,
akan dimudahkan urusannya di dunia dan dilepaskan dari kesusahan di akhirat
Rosulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersabda, “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di
dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang
memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di
dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah
akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong
hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim)
seseorang yang memiliki sikap
itsar, maka orang-orang akan mengenalnya sebagai sosok yang mudah membantu dan
suka berkorban, maka orang-orang akan merasa berhutang budi dan akan balik
memantunya dengan senang hati di kala ia kesulitan. Sehingga dengan izin Allah
Ta’ala kesulitan-kesulitanya di dunia akan menjadi mudah, dan di akhirat Allah
Ta’ala akan memberikan pertolongan kepadanya.
Keempat,
akan tumbuh ikatan ukhuwah yang erat dan kuat antar sesama muslim
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Saling menghadiahilah kalian niscaya
kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 594,
dihasankan Al-Albani rahimahullah dalam Irwa`ul Ghalil no.
1601)
Dan kemudian di kuatkan dengan
hadits “Saling menghadiahilah kalian karena sesungguhnya hadiah itu akan
mencabut/menghilangkan kedengkian.” (HR. Al-Bazzar no. 1937,dengan sanad
dhoif, lihat pembahasannya dalam Irwa`ul Ghalil, 6/45, 46)
Hadits yang mulia di atas
menunjukkan bahwa pemberian hadiah akan menarik rasa cinta di antara sesama
manusia karena tabiat jiwa memang senang terhadap orang yang berbuat baik
kepadanya. Inilah sebab disyariatkannya memberi hadiah. Dengannya akan terwujud
kebaikan dan kedekatan. Sementara agama Islam adalah agama yang mementingkan
kedekatan hati dan rasa cinta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang
artinya), “Ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika di masa jahiliyah
kalian saling bermusuhan lalu ia mempersaudarakan hati-hati kalian maka kalian
pun dengan nikmat-Nya menjadi orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali
‘Imran: 103) (Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram, Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman Al-Basam, Maktabah Al-Asadi, Makkah, V/126-128)
Sumber artikel : http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/itsar-mendahulukan-saudaranya-dari-diri-sendiri-1.html
0 komentar:
Posting Komentar