"Allahu Akbar... Allahu
Akbar...Allahu Akbar"
"Gempaa...Gempaa...Gempaa..."
Aku
menjerit semampuku, harapannya agar ayah dan ibu mendengar teriakanku. Aku tahu
ayah sedang memanjat tower antena setinggi 3 meter di lantai 2 rumahku, dan ibu
sedang mandi plus mengucurkan keran dengan deras. Aku khawatir ayah ibu tak
tahu jika terjadi gempa.
Aku
hanya berlari keluar, walau memang tak sampai jalan depan rumah karena aku
sadar aku tak mengenakan krudung sama sekali. Karena gempa yang cukup besar dan
mendadak, buatku tak sempat menyambar krudung di kamarku. Untung saja, ada
tembok pagar rumah yang cukup tinggi, hingga tetangga yang berlarian tak sempat
melihatku.
Ayah
berlari menuruni tangga sambil berseru ‘eh tivi-tivi dimatiin!’, beliau malah
lari ke ruang tengah mematikan tivi. Mungkin beliau khawatir gempa akan membuat
konsleting listrik dan memicu bahaya yang lebih besar. Logis sekali, pikiran
tanggap darurat beliau. Sedangkan ibuku tergopoh-gopoh dari kamar mandi menuju
luar rumah.
Gempa
yang hanya setengah menit hari ini cukup membuat kami semua menjadi gugup dan
bingung tak karuan. Masyaallah, yang kuingat adalah kejadian tahun 2006 lalu.
Ketika itu aku masih SMA, pagi-pagi jam 6 pagi aku terbangun karena gempa besar
melanda Jogja. Kalau saja aku telat sedikit saja berlari keluar rumah, mungkin
batu bata dan batako tembok rumah sudah menubrukku. Alhamdulilah masih diberi
keselamatan, walaupun akhirnya aku pingsan kala itu dan semakin membuat
orang-orang semakin panik. Ya, kami akhirnya tinggal di tenda darurat kala itu
selama lebih dari 1 minggu. Sodaraku, si fajar masuk rumah sakit karena kepalanya
tertimpa tembok dan darah mengucur di seluruh muka dan wajahnya. Astagfirullah,
jika mengingat itu semua aku jadi teringat gempa yang terjadi barusan.
Astagfirullah,
Astagfirullah, Astagfirullah... Ya Allah berilah keselamatan untukku dan keluargaku,
juga negeri ini. Kuatkanlah iman kami, agar senantiasa mengingat-Mu dan kembali
dalam keadaan khusnul khotimah.
Sentilan Kecil
Mungkin
gempa yang terjadi barusan hanya 0.0000001 dari kekuatan Allah yang Maha
Dahsyat atau mungkin lebih kecil lagi. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika
Allah telah mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan bumi yang
semakin rusak fisik dan kebobrokan moral yang merajalela ini. Wallahu’alam
pasti aku tak kan sanggup menahan pedihnya hari itu, hari kiamat.
Terlintas
di pikiranku tentang Kalamullah di Surat Al Zalzalah:
Apabila bumi digoncangkan dengan
goncangan (yang dahsyat). Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang
dikandung)nya. Dan manusia bertanya : “Mengapa bumi (menjadi begini)?”. Pada
hari itu bumi menceritakan beritanya, karena Tuhanmu telah memerintahkan (yang
demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam
keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan
mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya juga.
Apakah
kita akan sanggup dan siap menghadapi hari digoncangnya bumi itu? Masyaallah,
apakah sholat kita sudah tepat waktu, apakah bacaan Al Quran kita sudah ikhlas,
apkah kita sudah bersedekah dan beramal sholeh? Masyaallah, hal ini
terngiang-ngiang dalam pikiran. Semua
yang telah kita lakukan akan mendapat balasan, entah itu kebaikan ataupun
keburukan. Allah akan selalu adil terhadap segala perilaku kita.
“Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
(QS Ali Imran 190-191)
Aku
tahu Ya Allah, sungguh goncangan ini tiadalah sia-sia engkau ciptakan. Semua
yang terjadi di dunia ini adalah sebuah pertanda. Pertanda bahwa Engkaulah satu-satunya
dzat yang Maha Perkasa, Maha Besar, dan pertanda inilah yang semakin
menguatkanku untuk mengimani-Mu.
Laa Illaha Illallah....
0 komentar:
Posting Komentar